Sumatera Selatan - Ketidak pastian Plasma 20℅ hingga saat ini masih menjadi tanda tanya besar dalam hal ini diharap untuk mewujudkan kepastian hukum dan kesejahteraan masyarakat.
Hal itu disampaikan oleh Ketua DPC GRIB JAYA EMPAT LAWANG ZARKASIH menanggapi polemik masyarakat di Kec. Ulu Musi Kab. Empat Lawang dengan perusahaan kebun kelapa sawit PT Galempa sejahtera Bersama ( GSB ) Anak Perusahaan ANJ. Diruangan Dinas Perkebunan Empat Lawang "Kamis 17 Oktober 2024
"Polemik masyarakat dengan perusahaan sawit di Ulu Musi harus ditindaklanjuti secara serius agar kepastian hukum dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujudkan," Ujarnya"
Tanggapan Kabid Dinas Perkebunan Robinson ketika di temui di ruangan Dinas nya terkait Perusahaan Sawit di Ulu Musi PT. GSB, Me gatakan' Kami Seluruh mengingatkan ke perusahaan yang ada di Kab. Empat Lawang agar mentaati perintah UU, Namun tentunya bukan hanya kami sepenuh dalam penekanan terkait Plasma 20℅, disitu juga ada peranan Bupati dan Dinas terkait,
Robinson juga menyampaikan Bahwa perusahaan Mempunyai Dekingan atau Kolega yang tidak bisa di anggap Remeh oleh masyarakat, "Kebal Hukum"
Menurut Penilaian Panglima DPC Grib Jaya Marios", Masyarakat menuntut adanya plasma 20 persen dari luasan HGU, dinilai telah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian.
Artinya, kata dia, masyarakat sekitar menuntut hak secara wajar dan secara aturan tuntutan tersebut harus dipenuhi.
"Namun, kita juga harus memahami dan menelusuri ranah setiap permasalahan ini menjadi kewenangan siapa," ujar dia.
Lebih lanjut, dijelaskan Marios, misalnya terkait permasalahan penanganan konflik, bentuk pelanggaran, pengawasannya, perizinannya, dan permasalahan lainnya, tentunya harus ditangani sesuai tupoksi kewenangan.
"Andai ada pelanggaran pelanggaran hukum oleh perusahaan, Pemda pun harus merespons dengan mengambil tindakan hukum terkait pembuktian legalitas lahan tersebut," tegas dia.
Samsul Wijaya S.E juga menyoroti soal perizinan, karena merupakan hal yang substansial dalam persoalan ini. Artinya, kewenangan yang menerbitkan izin. sehingga harus membayar perusahaan PMDN atau PMA.
"Jika PMDN, perizinan ini merupakan kewenangan Pemda. Jika perusahaan termasuk PMA, maka bisa jadi ini kewenangan pusat dalam hal ini BKPM," ungkap dia.
Karenanya, maka masyarakat dapat melaporkan hal ini kepada BKPM dengan dibantu difasilitasi oleh Pemda.
Disamping itu, jika dalam proses penyelesaian pengaduan oleh BKPM tersebut ternyata dugaan maladministrasi dalam proses pelaporan maka dapat dilaporkan dugaan maladministrasi tersebut ke Ombudsman RI.
"Kami berharap sinergi antara pemerintah, masyarakat, pelaku usaha, dan berbagai pihak terkait dapat terjadi dengan baik dan sesuai melakukan aturan yang berlaku," harap dia.
(Tarmizi)