Kutacane - Rekan dari Humas A- PPI Aceh ( Sabarudin ) paada pukul 09.41 WIB awak media menghubungi manajer PLN ULP Kutacane via WhatsApp bermaksud untuk lakukan konfirmasi langsung perihal kompensasi penggunaan lahan warga terhadap pendirian tiang listrik di kabupaten Aceh Tenggara 11 juli 2024.
Pukul 09.52 WIB menjawab dan mengatakan dirinya saat ini sedang zoom dilanjutkan dengan mengatakan "silahkan datang ke kantor aja".
Setibanya dikantor disambut baik oleh security dan memberitahu bahwa Pak Manajer sedang berada di lapangan untuk persiapan PON, oleh karena itu diwakilkan kepada salah seorang staff di kantor PLN ULP Kutacane.
Sabarudin menanyakan perihal ganti rugi atau kompensasi sesuai dengan amanat undang-undang apakah sudah dilaksanakan dengan baik, staff itu menjawab atas nama manajer mengatakan bahwa hal itu bukan kewenangan ULP Kutacane melainkan kewenangan kantor PLN yang ada di Langsa.
Merasa belum puas dengan jawaban tersebut sabarudin melanjutkan via WhatsApp kepada manajer PLN tsb.
Selaku Humas A- PPI Aceh Sabarudin " Salah satu staff bapak di kantor mengatakan bahwa untuk kompensasi penggunaan lahan milik warga untuk penanaman tiang listrik bukan kewenangan ULP Kutacane melainkan kesewenangan PLN yang berada di Langsa. Apakah benar seperti itu pak?"
Tidak dijawab oleh manajer melainkan meminta surat tugas dan id card ke humas A- PPI Aceh Sabarudin " Mohon maaf pak adakah surat tugas dan id card nya?" Ujar manajer PLN itu.
Awak media menjawab " ada pak" dan tidak dibalas lagi oleh manajer PLN tsb. Sehingga hal ini menjadi dasar kecurigaan seolah ada yang ditutupi, padahal awak media hanya sebatas konfirmasi namun kejadian ini dapat dinilai seperti bermain-main kucing-kucingan.
Perlu kita sadari bahwa tiap ruang Aceh Tenggara tak luput dari pendirian tiang listrik dan banyak menggunakan lahan milik warga bahkan sebagian tepat berada di halaman rumah warga, hal ini tentunya sangat bermanfaat bagi masyarakat umum dan mewujudkan Indonesia terang. Namun disisi lain juga berpotensi menimbulkan hak yang tak diinginkan oleh warga semisalnya korsleting listrik mengakibatkan kebakaran dan bahaya tersetrum listrik dengan tegangan tinggi.
Oleh karena itu pemerintah melahirkan kebijakan berupa UU No 30 Tahun 2009 yang mengatur tentang ketenagalistrikan. Sesuai dengan Undang-undang tersebut tertera pada Pasal 30 ayat 1 "Penggunaan tanah oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 27 dilakukan dengan memberikan ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, dan tanaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,".
Publik bertanya khususnya masyarakat Aceh tenggara karena merasa selama ini belum pernah menerima sepeserpun dari PLN menurut undang-undang itu.
( Syah Putra )