Tangerang - Tahun Baru China, atau lebih dikenal dengan nama Imlek, adalah sebuah hari besar yang dirayakan oleh masyarakat keturunan Tionghoa. Tak semata diwarnai dengan perayaan yang meriah, Imlek juga sarat akan tradisi, sebagai cara untuk memaknai pergantian tahun nan sakral tersebut.
Salah satu tradisi yang kerap dilakukan adalah makan bersama keluarga yang dilakukan pada malam Imlek ( Tuan Yuan Fan ). Bukan sekadar makan bersama, Tuan Yuan Fan memiliki makna sebagai ungkapan kebersamaan dan keutuhan keluarga dalam menyambut Tahun Baru Imlek. Anggota keluarga akan berkumpul dan menyantap aneka hidangan yang telah disiapkan di tengah meja.
“Meski tak ada kebenarannya, dengan menjalankan beberapa tradisi diharapkan bisa mendatangkan kebahagiaan, kemakmuran, dan kebersamaan bagi keluarga di tahun yang baru,” jelas Heriyanto atau biasa di sapa Tompel, warga Desa pangkalan, Kecamatan Teluknaga yang merupakan keturunan Tionghoa.
Tiap tahunnya, Heriyanto dan keluarga besar TAN selalu mengadakan jamuan makan malam Imlek dengan penuh khidmat. Di momen itu pula lah, mereka bisa berkumpul bersama dan berkomunikasi lebih intim dibandingkan hari-hari biasanya.
“Kalau malam Imlek, papaku suka memberikan nasehat-nasehat tentang kehidupan ke anak-anaknya,” kisah Heriyanto.
Sama halnya dengan Andri, tradisi makan malam Imlek atau makan tengah tersebut masih diwariskan secara turun temurun, dan menjadi salah satu alasan untuk berkumpul bersama keluarga besar. Bahkan, ia dan keluarga masih memasak hidangan tradisional wajib untuk jamuan makan malam Imlek.
Ya, saat makan tengah, memang ada beberapa hidangan yang sarat makna, dan dipercaya mampu membawa keberuntungan nantinya.
“(Menu yang biasa disajikan) ada yu sheng, kuotie, ikan, buah jeruk, mi goreng, kue keranjang, kue lapis, dan salad dingin isi ubur-ubur pithan. Semuanya kecuali yu sheng kita bikin sendiri,” terangnya saat berbincang dengan.
Sanak keluarga yang ditugaskan untuk menyiapkan hidangannya pun sudah turun temurun, agar sesuai dengan selera cita rasa keluarganya. Selain itu, beberapa jenis menu seperti kwuotie tak banyak ditemukan di pasaran, sehingga harus dimasak sendiri.
Metta (31) juga mengaku masih sangat mengikuti tradisi makan tengah saat malam Imlek. Bahkan, ia dan keluarga telah melakukan persiapan sejak satu minggu sebelumnya, mulai dari proses membeli bahan-bahan hingga memasak.
“Menunya ada hoisom, engphiao (perut ikan), sirip hiu, hakong (sejenis daging udang dan babi yg dicincang lalu digoreng), babi hong dan cukiok,” kata gadis yang akrab dipanggil Nori ini.
Tradisi tersebut masih terus diterapkan dan diwariskan oleh keluarganya, agar senantiasa melekat dan kental.
“Lebih ke takut juga (kalau tidak dijalankan) semakin lama akan semakin luntur hal-hal seperti ini, jadi orang tua suka mempersiapkan banget Imlek,” terangnya.
Meski masih mewarisi tradisi tersebut, tak sedikit pula yang kini memodifikasi menu makanan yang tersaji. Hidangan makan malam Imlek telah ditransformasi sesuai dengan selera keluarga masing-masing. Yang penting, mereka masih menyantapnya di rumah sembari berkumpul bersama.
Heriyanto (31) Metta (31)masih melakukan tradisi kumpul kumpul keluarga serta teman,sahabat,tengah setiap tahunnya, walau dengan menu makanan yang lebih modern. Heriyanto biasanya menikmati daging B2 campur ayam kecap semur, pempek bangka, goh yong, dan acar timun sebagi menu istimewanya. Sedangkan, Metta memilih untuk menyajikan menu udang goreng, cumi, dan shabu-shabu.
Terlepas dari jenis makanan yang disantap, tradisi makan dan hiburan musik alakadarnya malam Imlek memang dimaknai untuk menjaga api kehangatan keluarga. Mendekatkan anggota keluarga yang sehari-hari terpisahkan oleh jarak.
Meski tak sepenuhnya sama, namun tradisi makan tengah masih melekat dan selalu dijaga, selayaknya menjaga keutuhan keluarga.
Selamat Tahun Baru Imlek!
(Andri)